Apa Itu GPS dan Cara Kerjanya
Jumat, 23 Juni 2017 | 17:08:11 WIB | Dibaca: 51459 Kali
KOMPAS.com - Dulu, para pelaut melakukan navigasi dilakukan dengan berpatokan pada tanda-tanda alam seperti posisi bintang di langit. Peta harus dibaca secara manual. Itupun tidak bisa serta merta menentukan di mana posisi saat ini.
Di era digital, kehadiran GPS alias Global Positioning System membuat proses navigasi jadi jauh lebih mudah. Pengguna gadget bisa langsung menentukan lokasinya secara instan dan akurat.
Kemampuan GPS dalam menentukan lokasi banyak diaplikasikan dalam berbagai hal, mulai dari software navigasi, olahraga, ride sharing, hingga bermain game dengan augmented reality.
Di balik kepraktisan GPS terdapat teknologi canggih berbasis konstelasisatelit. Wahana-wahana antariksa inilah yang membantu gadgetdalam menentukan posisinya di muka bumi.
Seperti apa cara kerjanya? Simak penjabaran singkat KompasTeknoberikut ini.
Berawal dari militer
Laman NASA mengenai sejarah GPS menuturkan bahwa cikal bakal sistem navigasi tersebut bermula pada masa-masa awal peluncuran satelit ke orbit bumi.
Para ilmuwan ketika itu menemukan bahwa mereka bisa melacak posisi satelit dengan mengamati pergesaran sinyal radionya (efek doppler) dari bumi.
Pertengahan 60-an, Militer Amerika serikat mulai melakukan eksperimen navigasi dengan satelit untuk melacak pergerakan kapal selam nuklirnya.
Baca: Menyimak Perbedaan Kamera Mirrorless dan DSLR
Eksperimen ini sukses sehingga pada dekade berikutnya Departemen Pertahanan AS mulai meluncurkan satelit GPS yang mulanya bernama Navstar, kependekan dari Navigation System with Timing and Ranging.
GPS tadinya hanya bisa dipakai oleh militer AS saja. Namun, kebijakan tersebut berubah setelah insiden pesawat Korean Airlines yang ditembak jatuh karena nyasar ke wilayah larangan terbang Uni Soviet pada 1983.
Presiden AS Ronald Reagan pun memutuskan untuk membuka akses publik ke sistem navigasi GPS yang pada saat itu sebenarnya masih bersifat rahasia, demi mempermudah navigasi untuk kebaikan bersama.
Pada Desember 1993, sistem navigasi GPS sudah siap beroperasi secara penuh dengan konstelasi yang terdiri dari 24 buah satelit di orbit bumi.
Sistem GPS terdiri dari tiga bagian, yakni satelit di angkasa, stasiun pengendali di bumi, dan receiver alias perangkat penerima sinyal satelityang berada di tangan pengguna, seperti misalnya smartphone atau arloji pintar.
Bagaimana cara sistem GPS menentukan di mana lokasi pengguna? Seperti dijelaskan oleh Garmin, salah satu perusahaan pembuat perangkat navigasi, satelit-satelit GPS mengorbit bumi sebanyak dua kali dalam sehari.
Ketika mengorbit ini mereka memancarkan sinyal unik dan parameter orbit untuk ditangkap oleh receiver di bumi. Alat receiver menghitung jarak antara dirinya dan satelit GPS dengan mengukur waktu yang dibutuhkan untuk menerima sinyal dari masing-masing satelit.
Nah, informasi jarak ini kemudian bisa dipakai untuk menentukan posisi receiver di bumi melalui teknik trilateration, yakni mencari titik persilangan di antara radius jarak tiga satelit GPS terdekat, seperti terlihat dalam gambar di samping. Di mana ketiga lingkaran jarak ini bertemu, di situlah posisi receiver.
Untuk menentukan lokasi dan melacak pergerakan dua dimensional (garis bujur dan lintang), receiver membutuhkan sinyal dari tiga satelit. Dengan 4 satelit atau lebih, bisa dilakukan pelacakan posisi secara tiga dimensi (garis bujur dan lintang, serta ketinggian).
Satelit-satelit GPS berada dalam konstelasi yang mencakup seluruh permukaan bumi. Karena itu, di lokasi manapun di planet ini, receiver selalu bisa “melihat” dan mendapat sinyal dari setidaknya 4 satelit GPS di langit.
Usai mendapatkan informasi lokasi, receiver pun bisa menghitung berbagai hal seperti kecepatan, arah (bearing), jarak ke tujuan, dan lain-lain.
GPS biasanya bisa melacak posisi receiver dengan akurat hingga radius 10 meter atau kurang. Namun, ada beberapa faktor yang mempengaruhi akurasinya seperti lingkungan dengan gedung-gedung tinggi atau pepohonan rapat yang bisa menghalangi penerimaan sinyal satelit.
Sinyal satelit juga kesulitan menembus bangunan sehingga GPS lebih sukar mengunci posisi saat receiver berada dalam situasi indoor ketimbang outdoor.
GLONASS dan A-GPS
Selain GPS, gadget masa kini biasanya juga mendukung penentuan lokasi lewat GLONASS. Istilah yang satu ini mengacu pada sistem satelit navigasi serupa GPS yang dikembangkan oleh Rusia.
GLONASS merupakan singkatan dari Globalnaya Navigatsionnaya Sputnikivaya Sistema (Sistem Satelit Navigasi Global). Pengembangannya dimulai pada 1976.
Konstelasi satelit GLONASS selesai diluncurkan pada 1995, namun kapasitasnya sempat menurun karena terbengkalai pada akhir dekade tersebut. Rusia kemudian merestorasi GLONASS sehingga kembali beroperasi penuh pada 2011.
Jumlah satelit yang mengorbit dalam konstelasi GLONASS lebih sedikit dibanding GPS, yakni 24 buah berbanding 30-an yang aktif untuk GPS saat ini, namun tingkat akurasi keduanya relatif sama.
Sinyal GPS dan GLONASS bisa dikombinasikan oleh sebuah receiver sehingga total satelit navigasi yang dapat diakses mencapai lebih dari 50 untuk meningkatkan cakupan.
Baca: Apa Itu Bitcoin, Tebusan yang Diminta Hacker WannaCry?
Selain Rusia yang mengembangkan GLONASS, Uni Eropa juga mengembangkan sistem sateit navigasi bernama Galileo yang dijalankan oleh pihak sipil. China turut membuat sistem serupa bernama BeiDou yang masih dikonstruksi dan baru beroperasi di atas sebagian wilayah Asia.
Adapun A-GPS alias Assisted GPS merupakan teknik mempercepat penguncian lokasi awal (TTFF, Time To First Fix) di ponsel dengan memanfaatkan jaringan seluler.
Biasanya, menara BTS (Base Transciever Station) seluler juga dilengkapi receiver GPS serta terus menerus memperbarui informasi dan menghitung data lokasi.
Data lokasi yang sudah siap dari BTS inilah yang kemudian diteruskan ke ponsel apabila diminta, sehingga perangkat bisa langsung mengetahui posisinya dan mempersingkat proses penguncian awal.
A-GPS bisa menghemat waktu dan pemakaian baterai ponsel, namun penggunaannya tergantung ketersediaan jaringan seluler.
Kalau tak ada jaringan, ponsel akan menggunakan navigasi GPS secara standalone (tanpa bantuan A-GPS) karena bisa berfungsi kapanpun meski ponsel tidak mendapat sinyal seluler.
Perlu ditambahkan bahwa fungsi GPS sama sekali tak tergantung ketersediaan jaringan seluler. A-GPS hanya bersifat mempercepat penguncian awal saja di ponsel.
Pengguna ponsel juga bisa mengunduh offline map (misalnya di Google Maps) supaya peta dalam aplikasi navigasi tetap bisa dilihat meski tak ada sinyal seluler.